ZAT PENGAWET ALAMI

ASAM ASETAT (CUKA)


GambarAsam asetat, asam etanoat atau asam cuka[10] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3–COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat pekat (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Cuka mengandung 3–9% volume asam asetat, menjadikannya asam asetat adalah komponen utama cuka selain air. Asam asetat berasa asam dan berbau menyengat. Selain diproduksi untuk cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga diproduksi sebagai prekursor untuk polivinil asetat dan selulosa asetat. Meskipun digolongkan sebagai asam lemah, asam asetat pekat bersifat korosif dan dapat menyerang kulit. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat, dengan kode aditif makanan E260, digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Sebagai aditif makanan, asam asetat disetujui penggunaannya di banyak negara, termasuk Kanada[11], Uni Eropa[12], Amerika Serikat[13], Australia dan Selandia Baru[14]. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia.[15] Sebagai pereaksi kimia, sumber hayati cukup menarik, tetapi tidak kompetitif. Cuka adalah asam asetat encer, seringkali diproduksi melalui fermentasi dan oksidasi lanjutan etanol.


Sejarah Asam asetat yang dikristalkan Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.[20] Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.[20][21] Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi elektrolisis menjadi asam asetat.[22] Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat. Pada saat itu, Jerman memproduksi 10.000 ton asam asetat glasial, sekitar 30% dari yang digunakan untuk produksi zat warna indigo.[20][23] Oleh karena baik metanol dan karbon monoksida merupakan bahan baku komoditas umum, karbonilasi metanol merupakan daya tarik tersendiri sebagai prekursor asam asetat. Henri Dreyfus di British Celanese mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol di awal tahun 1925.[24] Namun, kurangnya bahan praktis yang diperlukan dapat menampung campuran reaksi korosif pada tekanan tinggi (200 atm atau lebih) mematahkan komersialisasi proses ini. Proses karbonilasi metanol komersial pertama, menggunakan kobalt sebagai katalis, dikembangkan oleh perusahaan kimia Jerman BASF pada tahun 1963. Pada tahun 1968, katalis berbasis rodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) ditemukan yang dapat beroperasi secara efisien pada tekanan rendah dengan hampir tanpa produk sampingan. Perusahaan kimia Amerika Serikat Monsanto Company membangun pabrik pertamanya menggunakan katalis ini pada tahun 1970, dan karbonilasi metanol dengan katalis rodium menjadi metode dominan pada produksi asam asetat (lihat proses Monsanto). Pada akhir 1990an, perusahaan kimia BP Chemicals mengkomersialkan katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−), dengan prekursor iridium[25] untuk efisiensi yang lebih besar. Proses Cativa berkatalis iridium lebih ramah lingkungan dan lebih efisien[26] dan telah menggantikan proses Monsanto.


Biokimia

Pada pH fisiologis, asam asetat biasanya terionisasi sempurna membentuk asetat. Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting bagi biokimia pada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun, asam asetat bebas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat bebas dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berbeda dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tidak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan yang memiliki gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan/makanan yang telah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.

penggunaan 
 Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil


Dampak kesehatan dan keselamatan

Asam asetat pekat bersifat korosif terhadap kulit dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati, karena dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa.[55][56] Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa jam setelah kontak. Sarung tangan lateks tidak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat sulit terbakar di laboratorium. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak dengan udara di atas suhu ini (ambang ledakan: 5,4%–16%).

Asam asetat adalah iritan keras untuk mata, kulit, dan membran mukosa. Kontak kulit yang berkepanjangan dengan asam asetat glasial dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Paparan inhalasi (delapan jam) dengan uap asam asetat pada 10 ppm bisa mengakibatkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan; pada 100 ppm ditandai iritasi paru-paru dan kemungkinan kerusakan paru-paru, mata, dan kulit. Konsentrasi uap 1.000 ppm menyebabkan iritasi mata, hidung dan saluran pernapasan bagian atas dan tidak dapat ditoleransi. Prediksi ini didasarkan pada hewan percobaan dan paparan industri. Sensitisasi kulit terhadap asam asetat adalah jarang, tetapi telah terjadi.
Telah dilaporkan bahwa, untuk 12 pekerja yang terpapar selama dua tahun atau lebih pada rata-rata asam asetat di udara dengan konsentrasi 51 ppm, ada gejala iritasi mata, iritasi saluran pernapasan bagian atas, dan dermatitis hiperkeratosis. Paparan 50 ppm atau lebih tak dapat ditoleransi bagi kebanyakan orang dan menghasilkan lakrimasi intensif dan iritasi mata, hidung, serta tenggorokan, disertai edema faring dan bronkitis kronis. Iritasi mata dan hidung yang hebat pada konsentrasi lebih dari 25 ppm, dan konjungtivitis dari konsentrasi di bawah 10 ppm telah dilaporkan. Dalam sebuah studi dari lima pekerja yang terpapar selama 7 sampai 12 tahun untuk konsentrasi puncak 80-200 ppm, temuan utama adalah penghitaman dan hiperkeratosis kulit tangan, konjungtivitis (tapi tidak ada kerusakan kornea), bronkitis dan faringitis, dan erosi gigi yang terpapar (gigi seri dan taring).
Bahaya larutan asam asetat tergantung pada konsentrasi. Tabel berikut mencantumkan klasifikasi Uni Eropa larutan asam asetat:

Konsentrasi
berdasar berat
Molaritas Klasifikasi Frase-R
10%–25% 1.67–4.16 mol/L Iritan (Xi) R36/38
25%–90% 4.16–14.99 mol/L Korosif (C) R34
>90% >14.99 mol/L Korosif (C) R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau menyengat. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.
Oleh karena ketidakcocokannya, sangat disarankan agar asam asetat dijauhkan dari asam kromat, etilena glikol, asam nitrat, asam perklorat, permanganat, peroksida, dan hidroksil.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Age of Wonders III

Sleeping Dogs BlackBox

TUGAS KKPI